Pages

Sabtu, 07 April 2012

HAM - DALAM HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL


Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia
Beberapa prinsip telah mencakup hak-hak asasi manusia internasional. Prinsipprinsip
tersebut pada umumnya terdapat di hampir semua perjanjian internasional dan
diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih luas. Prinsip kesetaraan, pelarangan
diskriminasi dan kewajiban positif yang terletak pada setiap negara digunakan untuk
melindungi hak-hak tertentu, tiga contoh di antaranya akan didiskusikan di sini:
(1)   Prinsip Kesetaraan
(2)   Prinsip Diskriminasi
(3)   Kewajiban Positif untuk Melindungi Hak-Hak Tertentu
Hak-Hak Terbatas
Sebagaimana tidak semua hak dapat diderogasi, tidak semua hak juga bersifat
absolut. Beberapa hak mengandung fleksibilitas. Namun hal ini tidak membuat hak
tersebut menjadi tidak lebih penting dibandingkan dengan hak lainnya. Ini hanya
merupakan sebuah kebutuhan praktis dan legal.
Apa itu hak-hak terbatas?
Hal ini paling baik jika ditunjukkan dengan menggunakan contoh. Pasal 8
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya mensyaratkan negara
untuk memastikan bahwa semua orang dapat membentuk dan bergabung dengan
organisasi buruh. Dalam situasi yang ekstrim, hal ini dapat mengakibatkan masalah
yang serius bagi negara, jadi Pasal 8 ayat (1) huruf (c) menyatakan bahwa ”hak serikat
buruh untuk beraktifitas secara bebas tidak terikat pada batasan-batasan kecuali batasan
yang ditetapkan oleh hukum yang perlu dalam masyarakat demokratis untuk
kepentingan keamanan nasional atau ketertiban umum atau untuk melindungi hak-hak
dan kebebasan-kebebasan orang lain”.65 Jadi negara, contohnya, dapat membatasi
aktivitas publik dari serikat buruh dengan tujuan untuk menata ketertiban umum.
Pembatasan sering dikenakan untuk mengatur benturan hak-hak yaitu bahwa kebebasan
berekspresi adalah suatu kebebasan dasar dalam masyarakat demokratis. Walaupun
begitu, jika seseorang diizinkan untuk mengatakan hal apapun pada orang lain, pelanggaran terhadap hak dan kebebasan lainnya dapat terjadi. Karena itulah kebebasan
ini harus mempunyai pembatasan apabila untuk menghormati hak dan reputasi orang
lain atau untuk melindungi keamanan nasional, ketertiban umum, kesehatan atau
moral.
Subjek Hukum Hak Asasi Manusia
Siapakah yang menjadi subjek hukum internasional? Suatu subjek hukum adalah
sebuah entitas (seorang individu secara fisik, sekelompok orang, sebuah perusahaan
atau organisasi) yang memiliki hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional.
Pada prinsipnya, suatu subjek hukum internasional dapat menerapkan haknya atau
mengajukan perkara ke hadapan pengadilan internasional, ia juga dapat mengikatkan
dirinya dengan subyek hukum lainnya melalui perjanjian, dan subyek hukum lainnya
dapat melakukan kontrol (dalam konteks dan tingkatan tertentu) terhadap bagaimana
sebuah subyek hukum melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya. Negara
merupakan fokus utama hukum internasional. Organisasi internasional seperti PBB dan
57
juga individu dapat menjadi subjek hukum internasional. Peraturan yang sama juga
berlaku bagi hukum hak asasi manusia internasional, karena dasar dari hukum hak asasi
manusia internasional adalah hukum internasional.
(1) Aktor Negara – Pemangku Kewajiban
Negara merupakan subjek utama hukum internasional dan dengan demikian juga
merupakan subjek hukum hak asasi manusia. Definisi negara tidak berubah dan selalu
diidentifikasi sama dalam berbagai produk hukum internasional serta mempunyai empat
karakteristik yaitu (1) populasi tetap; (2) wilayah yang tetap; (3) pemerintahan; (4)
kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara-negara lain.
Suatu negara yang menjadi anggota suatu komunitas internasional memperoleh
apa yang disebut sebagai international personality. Subjek-subjek hukum tidak
memiliki hak dan kewajiban yang sama secara otomatis. Hak dan kewajiban
internasional melibatkan dan mensyaratkan adanya status sebagai international
personality, tetapi mendapatkan status international personality tidak secara otomatis
berarti mendapatkan hak dan kewajiban secara keseluruhan.
Dalam konteks hak asasi manusia, negara menjadi subyek hukum utama, karena
negara merupakan entitas utama yang bertanggung jawab melindungi, menegakkan, dan
memajukan hak asasi manusia, setidaknya untuk waga negaranya masing-masing.
Ironisnya, sejarah mencatat pelanggaran hak asasi manusia biasanya justru dilakukan
oleh negara, baik secara langsung melalui tindakan-tindakan yang termasuk pelanggaran
hak asasi manusia terhadap warga negaranya atau warga negara lain, maupun secara
tidak langsung melalui kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik baik di level nasional
maupun internasional yang berdampak pada tidak dipenuhinya atau ditiadakannya hak
asasi manusia warga negaranya atau warga negara lain.
Dalam pemahaman umum dalam hukum kebiasaan internasional, sebuah negara
dianggap melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia (gross violation of human
rights) jika (1) negara tidak berupaya melindungi atau justru meniadakan hak-hak
warganya yang digolongkan sebagai non-derogable rights; atau (2) negara yang
bersangkutan membiarkan terjadinya atau justru melakukan melalui aparat-aparatnya
tindak kejahatan internasional (international crimes) atau kejahatan serius (serious
crimes) yaitu kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan
58
perang;72 dan atau negara tersebut gagal atau tidak mau menuntut pertanggungjawaban
dari para aparat negara pelaku tindak kejahatan tersebut.
Selain karena power-relations seperti dijelaskan di atas, negara juga merupakan
international person yang menjadi pihak dari berbagai perjanjian internasional mengenai
hak asasi manusia, baik yang berupa kovenan, konvensi, statuta, atau bentuk perjanjian
lainnya, beserta segala wewenang dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai
Negara Pihak dari perjanjian tersebut.
Selain negara, organisasi internasional seperti PBB, NATO, Komisi Eropa,
ASEAN, dan lainnya, dalam perkembangan kontemporer hukum internasional juga
seringkali dianggap sebagai subyek hukum internasional dan hukum hak asasi manusia
internasional, dan diletakkan sebagai aktor negara (state-actors). Hal ini terutama,
selain karena alasan bahwa organisasi internasional beranggotakan negara-negara,
adalah karena perkembangan dalam hukum hak asasi manusia internasional dengan
bermunculannya berbagai mekanisme hak asasi manusia baik di tingkat internasional
maupun regional yang secara politis dan administratif berada di bawah atau dibentuk
melalui organisasi internasional tersebut.
Bagi sebuah organisasi internasional, bukan hanya organisasi tersebut yang
menjadi subjek hukum internasional, para anggotanyapun demikian. Ini berarti bahwa
secara teoritis suatu tindak pelanggaran internasional yang dilakukan oleh negara
anggota suatu organisasi internasional dapat menimbulkan pertanggungjawaban bagi
organisasi dan negara itu sendiri. Suatu organisasi internasional bertanggungjawab atas
tindakan pelanggaran internasional yang dilakukan oleh negara anggota apabila
organisasi tersebut menyetujui suatu keputusan yang mengikat negara anggota untuk
melakukan tindakan semacam itu, atau organisasi tersebut atau memberi kewenangan
pada negara anggota untuk melakukannya. Ada ketidakjelasan dalam beberapa hal,
seperti pembagian tanggungjawab antara organisasi internasional dengan para negara
anggotanya. Diperlukan analisis lebih lanjut yang mempertimbangkan isi, sifat, dan keadaan tindakan yang dilakukan oleh negara anggota, serta peraturan organisasi
internasional.
(2) Aktor Non-Negara – Pemangku Kewajiban
Pada awalnya, hukum internasional merupakan hukum antar-negara. Namun tidak
boleh dilupakan, bagaimanapun juga masalah perlindungan hak asasi manusia bukan
lagi merupakan objek dari kebijakan negara berdaulat. Oleh karena itu, masalah tersebut
harus dipertimbangkan oleh negara dan lembaga internasional lainnya dalam batasan
kewenangan lembaga internasional. Tetapi, bahkan kemunculan organisasi antar-negara
dan beragam kesatuan yang menyerupai negara (seperti Vatikan, sovereign order, dll),
dan gerakan pembebasan nasional telah mengubah “kemurnian” karakter norma hukum
internasional antar-negara. Adalah mungkin untuk mendefinisikan seseorang atau suatu
kesatuan di luar negara yang memiliki hak dan kewajiban yang timbul dari norma
hukum internasional sebagai suatu subjek hukum internasional.
Dalam kasus ini, skala subjek hukum internasional menjadi lebih luas. Sebagai
contoh, hak dan kewajiban berdasarkan hukum internasional terbentuk bukan hanya
oleh organisasi antar negara saja, tetapi juga oleh organ-organ mereka dan juga pejabatpejabat
yang bertanggungjawab, dan juga oleh sejumlah organisasi ekonomi
internasional dan organisasi non-pemerintah. Walaupun mereka tidak berperan serta
secara langsung dalam pembentukan norma hukum internasional dan dalam menjamin
pemenuhannya (walaupun tentu saja mereka dapat berperan serta secara tidak langsung,
baik dalam membentuk hukum internasional, seperti Komisi Hukum Internasional atau
dalam menjamin penegakan prinsip dan norma hukum internasional, Amnesti
Internasional sebagai contohnya), mereka juga tetap memiliki hak dan kewajiban yang
secara langsung timbul dari norma hukum internasional walaupun dibatasi oleh ruang
lingkup yang ada.

http://pusham.uii.ac.id/ham/8_Chapter2.pdf

0 komentar:

Posting Komentar